Sabtu, 14 Juli 2012

kedudukan anjing dalam islam

Dalam Islam banyak cerita tentang anjing. Nabi bahkan pernah memberikan minum seekor anjing dengan alas kakinya (sepatu). Di Jepang, seekor anjing ikut berdoa di sebuah kuil. Anjing itu terlihat merapatkan telapak kedua kaki depannya dan mengangkatnya hingga mendekati hidung, mirip dengan orang yang memberikan salam sungkem ala Jawa. Namun, Conan -nama anjing itu- bukan berasal dari Jawa. Ia adalah anjing milik Joei Yoshikuni, seorang rahib di Jepang dan ia tidak sedang melaksanakan salam sungkem, melainkan ikut “berdoa” di kuil Jigenim.

Menurut Yoshikuni, awalnya dia ingin Conan melakukan meditasi dan dalam beberapa hari Conan sudah bisa meniru gerakan orang berdoa di kuil, meskipun tidak bisa duduk bersila. “Dia mungkin memperlihatkan rasa terima kasih karena diberi makanan dan diajak jalan-jalan,” kata Yoshikuni (“Anjing Ikut ‘Berdoa’ di Kuil Jepang,” BBC.com, 25 Maret 2008).

Seperti halnya lumba-lumba dan kera, anjing memang termasuk binatang pintar. Tingkat kecerdasan anjing, tergantung pada ras dan masing-masing anjing secara individu. Anjing ras Border Collie, terkenal dapat mematuhi dan menjalankan berbagai macam perintah. Anjing ras lain mungkin tidak tertarik untuk menuruti perintah manusia, tapi lebih suka menunjukkan kepintaran dalam soal mencuri makanan atau kabur dari halaman berpagar.

Asal-usul anjing sebagai keturunan serigala yang hidup berkelompok membuat anjing jadi lebih mudah dilatih dibandingkan hewan lain. Sebagai anggota kelompok, anjing mempunyai naluri untuk patuh. Sebagian besar anjing memang sering tidak perlu berurusan dengan tugas yang rumit-rumit, sehingga tidak ada kesempatan belajar hal-hal yang sulit, seperti membuka pintu tanpa bantuan manusia. Anjing yang sudah dilatih sebagai anjing penuntun bagi tuna netra dapat mengenali berbagai macam keadaan bahaya dan cara menghindar dari keadaan tersebut.

Dalam Islam, anjing memiliki kedudukan tersendiri. Berikut ini adalah beberapa kisahnya:

Suatu hari, sampailah Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib di sebuah kebun kurma dan berhenti untuk beristirahat. Di tempat itu, Abdullah bertemu dengan lelaki berkulit hitam, penjaga kebun kurma yang mengeluarkan bekal makanan berupa tiga potong roti. Tiba-tiba seekor anjing datang menghampiri penjaga kebun itu dengan lidah terjulur sembari sesekali menyalak.

Melihat itu, penjaga kebun lalu melempar sepotong roti ke arah si anjing dan anjing itu langsung melahapnya. Ketika roti itu habis, anjing tadi masih menjulurkan lidah dan si penjaga kebun kembali melempar sepotong rotinya kemudian kembali dimakan oleh si anjing. Kejadian itu berlangsung terus, hingga roti ketiga milik si penjaga habis.
Abdullah yang sejak tadi berdiri memperhatikan kejadian itu terpana. Dia mendekati penjaga kebun lalu bertanya,” “Wahai anakku, berapa banyakkah makananmu sehari di tempat ini?”
“Tiga potong saja yang kesemuanya telah dimakan anjing tadi,” jawab si hamba.
“Mengapa engkau berikan semua kepada anjing itu? Dan engkau sendiri akan makan apa?” tanya Abdullah.
“Wahai tuan. Tempat ini bukanlah kawasan anjing. Jadi, aku yakin dia datang dari tempat yang jauh, sedang bermusafir dan tentu dia sangat lapar. Sedang aku sendiri, biarlah tidak makan hari ini hingga esok.”
Mendengar itu, Abdullah berseru, “Subhanallah. Engkau begitu mulia.”

Abdullah adalah putra Ja’far bin Abi Thalib. Nabi membaiat Abdullah ketika dia baru berumur 7 tahun. Pada masanya dia dikenal sebagai orang dermawan dan seluruh hartanya hanya dihabiskan untuk disedekahkan kepada kaum tak mampu. Namun, seorang penjaga kebun dan seekor anjing telah memberikan pelajaran baru bagi Abdullah. Dia lantas membeli seluruh kebun anggur itu dan memberikan seluruhnya ke si penjaga kebun.

Dalam Islam banyak cerita tentang anjing. Diceritakan di dalam surat Al Kahfi, seekor anjing telah dijamin oleh Allah untuk masuk surga, karena setia menjaga tuan mereka. Nabi Muhammad SAW menceritakan kepada para sahabat kisah seorang pelacur yang akan menjadi penghuni surga hanya karena pernah memberikan minum seekor anjing yang hampir mati. Namun, kebanyakan orang Islam selalu menghindari anjing karena dianggap sebagai binatang najis, meskipun yang dimaksud najis hanyalah air liurnya. Nabi sendiri, bahkan pernah memberikan minum seekor anjing dengan alas kakinya (sepatu).

Sesuatu Yang Bisa Kita Pelajari Dari Mereka

Pertama,
anjing adalah hewan yang seringkali merasakan lapar. Hal ini mengingatkan kita pada keadaan orang-orang yang shaleh. Orang-orang shaleh adalah mereka yang senantiasa rohaninya merasakan lapar akan ”harapan dan rindu untuk diri dan dicintai oleh Allah SWT. Bagi orang-orang shaleh, setiap perintah Allah SWT adalah pengenyang lapar rohaninya, dan setiap detik usia adalah waktu untuk bersantap.

Kedua,
pada umumnya anjing tidak memiliki tempat tinggal yang mewah di dunia. Anjing tidak pernah meminta diberikan tempat tinggal yang mewah kepada tuannya. Di manapun ia ditempatkan, ia akan dengan senang hati menerimanya. Sama seperti halnya orang yang berpasrah diri (tawakkal) kepada Allah SWT. Insan yang bertawakal adalah mereka yang menyerahkan segala urusan hidupnya kepada Allah SWT. Karenanya, di manapun, bagaimanapun, dan seperti apapun keadaan dirinya, ia tidak pernah berkeluh kesah karena kuatnya keyakinan bahwa Allah SWT akan memberikan apa yang dibutuhkan olehnya, bukan apa yang diinginkan.

Ketiga,
Anjing adalah hewan yang biasanya hanya tidur sebentar, seperti orang yang punya kecintaan besar pada Allah (muhibbin). Seorang pecinta Tuhan, lebih banyak menggunakan waktunya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, daripada “membuangnya” dibanding dengan tidur yang berlebihan. Bahkan ketika tidur pun, rohaninya tetap terjaga untuk mengingat Allah.

Keempat,
anjing tidak memiliki harta, sebagaimana keadaan orang-orang zuhud atau merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah SWT kepadanya.

Kelima,
anjing tidak akan meninggalkan tuannya sendirian, biarpun tuannya sendiri tidak menghiraukannya, seperti sifat orang-orang yang selalu ingin dekat pada Allah (muridin).

Keenam,
anjing rela ditempatkan di mana saja, seperti sifatnya orang-orang tawadhu’.

Ketujuh,
anjing rela untuk pergi dari tempat di mana ia diusir ke tempat lainnya, seperti sifatnya orang-orang yang ridha kepada kehendak Allah.

Kedelapan,
jika seekor anjing dipukul lalu diberi sesuatu. Ia akan kembali dan mengambilnya tanpa merasa dendam, seperti sifat orang-orang yang khusyu’.





zhotmandiri.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar